Unpredictable love

Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul dua pagi, namun mata ini sulit sekali untuk terpejam. Mungkin karena hatiku sedang gelisah dan pikiranku sedang ruwet, jadi sudah seminggu ini aku terkena insomnia akut. Terkadang aku baru bisa tidur pada pukul lima pagi, setelah solat subuh. Aaarrgghh... Romi benar-benar membuat hidupku kacau. Romi adalah tunanganku. Baru Sebulan yang lalu kami bertunangan. Seminggu yang lalu, Romi dipindahtugaskan ke Singapura. Namun, ia sama sekali tidak memberikan kabar kepadaku. Aku khawatir sekali, takut terjadi sesuatu yang mengerikan. Otak ini hampir saja mau pecah. Pikiran macam-macam menghinggapiku. Aku takut kalau Romi sakit, dia kecelakaan, aarrgghhtt.... aku takut terjadi sesuatu kepadanya. Keluarganyapun tak tau mengenai keberadaan Romi. Seandainya ada kecelakaan pesawat, pasti beritanya sudah tersebar di internet atau di televisi. Tapi hingga kini, tak ada berita mengenai kecelakaan pesawat. Aku mulai mencoba untuk berpikir positif.

**

Ini adalah hari ke sebelas setelah kepergian Romi dari Jakarta. Jam di kantorku sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi aku masih menyibukkan diri dengan pekerjaan agar pikiran tentang Romi sejenak tidak membayangiku. Tiba-tiba ponselku berbunyi... ROMI... ini telepon dari Romi tunanganku. Dengan penuh rasa kangen akupun mengangkat telepon itu. Namun jantungku terasa mau copot, sekejap seluruh tubuhku terasa gemetar dan lemas ketika yang meneleponku bukanlah Romi, melainkan seorang wanita yang menyuruhku untuk melupakan Romi untuk selamanya. Tanpa sadar tubuhku jatuh dan terkulai lemas tak berdaya. Gagang telepon jatuh ke lantai, dan akupun shock. Setelah telepon misterius itu datang, aku dilarikan ke Rumah Sakit karena Suhu tubuhku panas dan aku depresi. Kakakku Cecil mendatangkan psikolog untukku, agar aku mau cerita dan sharring. Psikolog itu bernama Willy. Willy adalah seseorang yang baik dan asik sebagai teman ngobrol, sehingga aku bisa menceritakan semua hal dengannya. Mungkin karena memang latar belakang pendidikannya adalah psikologi, jadi dia bisa membaca karakter seseorang dan menjadi teman bicara sekaligus pendengar yang baik. Keadaanku mulai membaik, aku seperti kecanduan ngobrol dengan Willy. Hampir setiap jam aku menelepon Willy, terkadang dia juga meneleponku walau sekedar untuk menanyakan keadaanku. Willy juga sering berkunjung ke rumahku. Karena pribadinya sangat menyenangkan, maka dengan mudahnya dia mengambil hati papa, mama, dan seluruh anggota keluargaku. Willy adalah Seorang Pria muda yang mandiri. Usianya kira-kira berjarak dua tahun lebih tua dariku. Sejak lulus SMA dia mencoba untuk mandiri dan berkuliah di Jakarta. Keluarganya tinggal di Malang, Jawa Timur. Enam bulan sekali dia menengok keluarganya di kampung. Dulu, ia kuliah sambil bekerja. Sewaktu kuliah, Willy bekerja di sebuah pabrik Sepatu. Ia membiayai kuliahnya sendiri sampai wisuda. Dari dulu memang Willy sudah bercita-cita sebagai seorang psikolog, karena ia senang mempelajari karakter orang. Sekarang Willy sudah menjadi seorang psikolog yang sukses. Bahkan terkadang ia muncul di televisi sebagai seorang pembicara dalam acara talkshow.

**

Seperti hari-hari biasanya, matahari muncul dari peraduannya, burung-burung berkicau di atas atap rumahku, dan ayam jantan berkokok membangunkanku dari tidur. Akupun langsung melompat dari tempat tidur, dan bersembahyang. Setelah itu aku langsung mengambil ponselku, dan benar ternyata Willy sudah membangunkanku dan mengucapkan “ Selamat pagi cantik, jangan lupa sarapan ya Elena”. Aku tak tau perasaan apa sebenarnya yang sudah menghinggapiku. Semenjak kehadiran Willy dalam kehidupanku, jiwaku tenang dan nyaman sekali. Dengan mudahnya aku melupakan Romi. Pria yang sudah meninggalkanku. Apa aku sudah jatuh cinta dengan Willy??? Aarrgghhtt tidak mungkin. Mungkin aku hanya mengagumi Willy karena kecerdasannya, kebaikan hatinya, perhatiannya, dan semuanya. Hahhh??? Semuanyaa??? Aku suka semua tentang Willy??? Yaa... aku baru sadar ternyata aku suka semua tentang Willy... Haduh bagaimana ini? Aku tidak boleh semudah itu jatuh cinta dengan seseorang. Please deh Ellen, kamu hanya kagum saja. Tidak lebih. Berkali-kali aku mencoba untuk menanamkan kata-kata itu dalam pikiranku agar perasaanku tidak ngawur terlalu jauh.

Hari-hari yang aku lewati indah bersama Willy. Aku mencoba untuk menghilangkan perasaanku dan menjadi sahabat baik bagi Willy. Kemana-mana kami selalu berdua. Bahkan orang-orang mengira bahwa kami ini adalah sepasang kekasih. Suatu hari, Willy mengajakku ke rumah orang tuanya di Malang. Dia bilang ingin mengajakku berlibur. Saat itu juga aku mengiyakan, karena sudah lama aku tidak refreshing ke desa. Apalagi suasana di Malang itu sejuk. Aku senang sekali. Papa dan mama juga mengijinkan.

**

Aku dan Willy naik sebuah kereta api argo bromo menuju Surabaya. Di dalam kereta, kami selalu bercanda dan tidak terasa sudah sampai di Surabaya. Dari stasiun Surabaya, kami harus menaiki bus selama dua jam lagi untuk menuju Malang. Capek dan pegel-pegel badanku, tapi aku bahagia sekali karena berada di samping Willy. Si tampan pujaan hatiku. Dari terminal bus, kami naik becak menuju rumah Willy. Hingga akhirnya, kami tiba di sebuah rumah sederhana yang sejuk karena dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang. Di halaman rumahnyapun di lapisi rumput Jepang yang luas seperti sebuah permadani berwarna hijau. Di depan rumah nampak seorang wanita setengah baya yang anggun dan ayu yang sedang menyirami bunga. “Assalamualaikum.... Ibu...” itulah sebutan Willy untuk seseorang yang telah melahirkan dan membesarkannya dengan cinta. “Waalaikum salam... Masya Allah le,, cah bagus... seger badanmu saiki yo le...” ibu itu sambil memeluk anaknya. “Loh, iki sopo to le? Cah ayu... sopo jenengmu ndo?” ibu itu menyapaku. “ Ellen bu” jawabku. “ Cantik sekali namamu seperti orangnya... cantik ya le, halus tutur bahasanya. Pinter kamu cari calon istri” Ucap ibu terhadap Willy. Detik itupun jantungku langsung berdebar kencang dan langsung salah tingkah. Apa maksud ibu berkata seperti itu dengan Willy? Apa yang sudah Willy ceritakan tentangku dengan ibunya? Rasa penasaran menghinggapi pikiranku. “ Ayo masuk-masuk... Maaf ya ndo, rumah ibu sempit.Ya seperti inilah rumah orang kampung. Inilah rumahnya Willy. Nak Ellen tidur dengan ibu saja ya di kamar depan. Di sini ibu hanya tinggal sendiri, bapanya Willy sudah dua tahun meninggal. Adik dan mbakyunya Willy sudah menikah. Sekarang ikut suaminya. Mbakyunya tinggal di Semarang dan adiknya tinggal di Mojokerto.” Kemudian aku langsung merapihkan baju-bajuku di kamar ibu. Kemudian istirahat. Sepanjang malam, ibu selalu bercerita mengenai Willy, anak laki-laki satu-satunya. Tentang kemandirian Willy. Aku semakin jatuh cinta saja dengan Mas Willy...hehe. Ibu memperlakukanku dengan baik sekali, sudah menganggap aku seperti anak kandungnya sendiri. Ibu sangat polos dan sederhana. Aku bahagia sekali bisa mengenal ibu.

**

Keesokan paginya, ibu mengajakku berbelanja di pasar. Ibu memperkenalkan aku sebagai calon menantunya kepada tetangga-tetangga. Sebenarnya aku risih juga. Walaupun aku telah jatuh cinta dengan Willy, tapi hubunganku dengan Willy hanya sebagai sahabat saja. Tidak lebih. Sesampainya dari pasar, ibu dan aku masak bersama. Ibu memasakkan aku rujak petis. Rujak khas daerah Jawa Timur. Willy juga ikut membantu memotong-motong sayuran. Aduuhh,, benar-benar bahagia sekali aku. Tidak dapat terlukiskan perasaanku saat itu. Setelah itu kami makan siang bersama. Di atas sebuah meja makan mini, sudah tersaji berbagai masakan istimewa ibu. Kami mengobrol sambil bersenda gurau. Tiba-tiba ibu nyeletuk “ kapan kalian akan meresmikan hubungan? Ibu sudah ndak sabar ingin menimang cucu darimu Wil... “ celetuk ibu dengan polosnya. Willy keselek dan langsung meminum air bening yang berada di gelas. Setelah itu aku dan Willy saling berpandangan sambil tersenyum.

Malam harinya, tepatnya sabtu malam Willy mengajakku ke sebuah pasar malam. Di sana aku dibelikan sebuah harum Manis atau yang biasa disebut dengan gulali. Kami bermain sebuah komidi puter berdua. Setelahnya, kami duduk di sebuah tikar yang sudah disediakan oleh tukang tahu gejrot. Sambil memakan tahu gejrot yang pedas, kamipun mengobrol. Willy memulai perbincangan “hhmmm Ellen... kamu suka berada di sini?” ucapnya. “Suka Wil, sangat suka. Penduduk d sini sangat ramah, daerahnya sejuk, ibumu juga sangat baik. Aku betah di sini Wil...” Jawabku seraya tersenyum simpul. “Kamu mau tinggal di sini?” Willy melontarkan yang menurutku sangat aneh. “ Mau dong... “ ucapku. “Kalau begitu, kamu harus jadi istriku dulu...hehehe...” canda Willy sambil tertawa. “Eeeheeekkk...” aku langsung keselek. Willy langsung menghentikan tawanya, kemudian memegang tanganku dan menatapku dengan tajam. “Ellen, apakah kamu mau jadi istriku? Menjadi pendampingku? Menjadi ibu dari anak-anakku? Menjadi menantu ibuku? Ellen, maukah kau? Aku jatuh cinta kepadamu EL...” Tanya Willy dengan segudang pertanyaannya yang membuat jantungku seperti berhenti berdetak. Akupun meneteskan air mata dan memeluk Willy “ Iya Wil... aku mau” Ucapku.

Bersambung... Dian 12 July 2011, 10:03 PM (22:03 WIB)

0 komentar: